Senin, 28 Desember 2009

Khalifah Umar dan Tahun Baru Hijriyah

Beberapa hari lagi kita akan memasuki bulan Muharram, bulan yang menandai datangnya kembali tahun baru hijriyah. Tahun baru hijriyah mengingatkan kepada kejadian spektakuler dalam sejarah Islam, yakni peristiwa “ hijrah ”.

Hijrah secara harfiah artinya perpindahan dari satu negeri ke negeri yang lain atau perubahan lokasi dari titik tertentu ke titik yang lain. Secara historis, hijrah adalah peristiwa nabi besar Muhammad s.a.w. dan para sahabatnya darikota Makkah menuju kota Yathrib, yang kemudian disebut al – Madinah al – Munawwarah.

Seyogyanya kita menggali hikmah yang terkandung dibalik ditetapkannya peristiwa hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah sebagai awal perhitungan tahun Hijriyah ini. Tahun baru hijriyah mulai diberlakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Sistem penanggalan Islam itu tidak mengambil nama “ Tahun Muhammad ” atau “ Tahun Umar ”. Artinya, tidak mengandung unsur pemujaan seseorang atau penonjolan personifikasi. Tidak seperti tahun Masehi yang diambil dari gelar Nabi Isa a.s., Al – Masih ( Arab ) atau Messiah ( Ibrani )

Tidak juga seperti penanggalan Bangsa Jepang, Tahun Samura, yang mengandung unsure pemujaan terhadap Amaterasu O Mi Kami ( dewa matahari ) yang diproklamasikan berlakunya untuk mengabadikan kaisar pertama yang dianggap keturunan dewa matahari, yakni Jimmu Tenno ( naik tahta 11 februari 660 M yang dijadikan awal tahun perhitungan Tahun Samura )

Atau penanggalan Tahun Saka bagi suku Jawa yang berasal dari Raja Aji Saka. Menurut dongeng dan mitos, Aji Saka diyakini sebagai raja keturunan dewa yang datang dari India untuk menetap di tanah Jawa.

Penetapan nama Tahun Hijriyah ( al – Sanah al – Hijriyah ) merupakan kebijaksanaan Khalifah Umar. Seandainya beliau berambisi untuk mengabadikan namanya dengan menamakan penanggalan itu dengan Tahun Umar, sangatlah mudah baginya melakukannya. Umar tidak mementingkan keharuman namanya atau membanggakan dirinya sebagai pencetus ide sistem penanggalan Islam itu.

Beliau malah menjadikan penanggalan itu sebagai jaman baru pengembangan Islam, karena penanggalan itu mengandung makna spiritual dan nilai historis yang amat tinggi harganya bagi agama dan umat Islam.

Sebuah Renungan di Tahun Baru 1 Muharram 1431 Hijriah

tags: 1 muharram, 1 suro, 1431 hijriah, artikel, renungan tahun baru, tahun baru hijriah, tahun baru islam
by Ruang Hati


Alhamdulillah… kusyukuri semua, terimakasihku ya Rabbi atas indahnya hidup ini dan atas nikmat yang tlah engkau berikan kepadaku, ini beberapa bait lagu Ungu yang saya dengar saat menulis ini. Rasa syukur sudah seharusnya selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT, teristimewa hari ini karena hari ini bisa memulai lembaran baru ditahun baru bagi umat Islam sedunia.

Mengenang kembali kisah dimana dimulai dari peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah pada 622 M silam. Nabi Muhammad SAW memutuskan hijrah ke Madinah karena masyarakat Mekah sudah tidak lagi mau menerima dakwahnya.
Hijrah itu sebagai langkah perubahan Nabi Muhammad SAW untuk membuat sesuatu yang lebih baik di masyarakat Madinah. Di tempat yang baru Nabi Muhammad SAW ternyata berhasil membangun peradaban baru yang lebih mencerahkan. Peristiwa hijrah ke Madinah ini oleh sahabat Umar Bin Khattab dipakai sebagai awal penanggalan Islam.

Hari ini 1 Muharram 1430 H adalah tahun baru bagi umat Islam di bumi Allah SWT ini. Momentum tahun baru hijriah ini harus kita jadikan sebagai sarana “hijrah” menuju kehidupan yang lebih baik. Dalam Islam disebutkan: ” Haasibuu qobla antuhaasabuu. Yang artinya hitunglah dirimu sebelum kamu sekalian dihitung(hisab)”. Sebagai rasa syukur maka sebaiknyalah kita sebagai muslim yang taat memanfaatkan tahun baru ini untuk menginstropeksi diri, mengevaluasi diri, bermuhasabah atas segala perencanaan, perbuatan dan program hidup yang telah dilakukan di tahun sebelumnya, jadikan saat-saat seperti ini sebagai momen yang tepat bagi kita untuk selalu berinstropeksi diri tentang amal-ibadah apa yang sudah kita capai dan hal apa saja yang masih kurang dalam diri kita. Sehingga dengan instropeksi tersebut nantinya bisa memperbaiki dan memperbaharui kekurangan-kekurangan kita di masa depan dan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan tidak akan diulangi lagi.

Buat saya pribadi ini menjadi momentum penting dengan membuka lembaran hidup baru. Saya berusaha untuk betul-betul membuat suatu perubahan yang nyata dan ada juga perubahan fisik yang akan membantu mengingatkan saya akan niat saya hari ini, bagi anda yang di Medan mungkin bisa langsung lihat perbedaannya . Untuk memulai lembaran baru ini caranya menurut saya tidak rumit, cukup gunakan jurus 3M yang sudah terkenal yaitu Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal yang paling kecil dan Mulailah saat ini juga.

Semalam saya menyengajakan diri untuk bangun di sepertiga malam pada tahun baru 1 Muharram 1431. Renungan dan muhasabah saya lakukan selesai sholat sunat tahajud.

Ya Allah yang Maha Kuasa, Kau ciptakan Manusia termasuk aku, dengan penuh kemuliaan, tetapi setelah ku tercipta, kujalani hidupku dengan kenistaan.

Hijrahku ditahun lalu masih jauh sekali dari kekurangan, aku sadar ya Allah bahwa aku masih sering melakukan dosa…

Saat kudengar azan dan masuk waktu sholat aku masih sering menunda sholatku dengan menyibukkan diri dengan urusan diniawi, lebih mementingkan pekerjaanku, menonton acara TV dan pulas tidur.

Bila ku bersedekah masih ada yang memberatkan dalam hati, masih memilih-milih lembaran uang ketika akan memberikan ke kotak infaq padahal rejekiku itu sudah ada Engkau yang tetapkan untukku ya Allah.

Puasa sunahku ? masih belum berjalan rutin dan hanya saat-saat tertentu saja…

Membaca Al Qur’an… entah mengapa di tahun lalu malah aku tidak rutin lagi melakukannya di setiap pagi…

Qiyamul Lail ku… masih jarang dan selalu harus dimotivasi sedangkan sholatpun masih belum kudapatkan kekhusu’annya.

Untuk ibundaku tercinta sampai saat ini belum dapat kusenangi hatinya bahkan masih saja kubebani, untuk menanyakan kabar saja masih bisa terlupakan karena hanya memikirkan kesibukan sendiri.

Dan kepada istriku tercinta yang sangat kusayangi, selama ini masih saja aku ada membuat engkau kecewa, membuat hatimu terluka padahal kau begitu setia menemaniku dalam suka dan duka.

Dan yang sangat kusesalkan mengapa aku bisa marah besar ketika anak-anakku melakukan kesalahan…

Ketika saudaraku, adik-adikku meminta bantuan masih saja belum bisa dipenuhi bahkan kadang terlupakan kalau sebenarnya masih ada saudara dan adik-adikku yang membutuhkan bantuanku.

Dalam pergaualanku juga masih melakukan kesalahan disana sini yang bisa membuat orang sakit hati, mungkin saja salah satunya anda yang membaca tulisan ini.

Ya Allah… aku memang tidak semulia pada saat Engkau ciptakan, tetapi apakah aku masih dapat Engkau berikan kesempatan untuk terus berusaha mendapatkan kemuliaan itu kembali dihadapanMu sampai di akhir hidupku?

Ya Allah berilah aku kesempatan untuk memperbaiki diriku ini, berikan aku kesempatan untuk lebih mendekatkan diriku padaMU ya Rabbi… berikan aku petunjuk agar aku selalu berada pada jalanMu yang engkau ridhoi. Aku akan berusaha merubah segala sikap, sifat dan perbuatanku yang telah salah selama ini kepada orang-orang terdekatku, terutama mereka yang sangat aku kasihi, aku cintai dan aku sayangi.

Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim, di awal tahun baru hijriyah 1 Muharam 1431H ini hamba bulatkan tekad untuk bisa kembali kepada jalan yang Engkau Rahmati, yang penuh hidayahMu, dan yang Engkau Ridhoi.

Hanya kepada Engkau hamba memohon ampun, memohon pertolongan dan mohon kekuatan, semoga ditahun baru hijriyah 1431H ini hamba bisa jauh lebih baik dari tahun 1430H, dan dengan ijinMu ya Allah jadikanlah hari-hari hamba hari demi hari di tahun 1431H ini akan terus semakin lebih baik dan bisa menjadi yang terbaik.

Amin Amin Amin Ya Rabbal Alamin.
Selamat Tahun Baru 1431 H.

Hukum Memberi Ucapan Tahun Baru Hijriyah

Syaikh Muhammad Sholih Al UtsaiminTanya : Bagaimana hukum yg berkenaan dgn ‘ucapan selamat’ saat memasuki tahun baru hijriyah dan bagaimana tanggapan atas mereka yg menyambut tersebut?Jawaban :Jika seseorang memberikan ucapan selamat kepada anda kemudian bereaksi terhadap dia tetapi seseorang tersebut tidak memulainya;maka ini adl sikap yg benar dalam kasus ini.

Jika seorang laki-laki sebagai contoh berkata : Kami ucapkan selamat tahun baru maka katakan Semoga Allah memberikan kebaikan kepada anda dan menjadikannya sebagai tahun kebaikan dan barakah. Namun jangan engkau memulai sendiri sebab saya tidak mengetahui hal ini datang dari pendahulu kita dimana mereka dulu memberi selamat satu sama lain utk tahun baru. Bahkan mengetahui bahwa Salaf tidak mengambil Muharram sebagai bulan pertama tahun hijriyah kecuali setelah kepemimpinan Umar bin Khattab semoga Allah merahmatinya. Rujukan artikel asli : يقول السائل: ما حكم التهنئة بالسنة الهجرية و ماذا يرد على المهنئ؟فأجاب فضيلة الشيخ العثيمين رحمة اللهإن هنّأك احد فَرُدَّ عليه و لا تبتديء احداً بذلك هذا هو الصواب في هذه المسألة لو قال لك إنسان مثلاً نهنئك بهذا العام الجديد قل : هنئك الله بخير و جعله عام خير و بركه لكن لا تبتدئ الناس أنت لأنني لا أعلم أنه جاء عن السلف أنهم كانوا يهنئون بالعام الجديد بل إعلموا ان السلف لم يتخذوا المحرم أول العام الجديد إلا في خلافة عمر بن الخطاب رضي الله عنه.إنتهى

Memaknai Tahun Baru Hijriyah dengan Benar

Ya Allah jadikan diri kami menjadi manusia amanah atas nikmat waktu yang Kau berikan kepada kami...


Tidak terasa sobat, kita sudah memasuki tahun baru 1431 H. Seorang Muslim sejati akan menjadikan moment tersebut sebagai penambah motivasi untuk menjadi lebih baik, lebih bersyukur kepada Allah SWT dengan meningkatkan kualitas ibadah dan kualitas hubungan ukhuwah antar sesama.

Jangan heran, ada juga sebagian dari manusia yang menjadikan tahun baru Islam sebagai perayaan yang mengarah kepada kesyirikan. Naudzubillah, menganggapnya sebagai hari sial untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu, mencuci jimat dan pusaka dan melakukan ritual-ritual lainnya yang konon telah dilakukan terus-menerus oleh nenek moyang terdahulu.

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلا يَهْتَدُونَ


“dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi Kami hanya mengikuti apa yang telah Kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". (TQS. 2 : 170)

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلا يَهْتَدُونَ


“apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". mereka menjawab: "Cukuplah untuk Kami apa yang Kami dapati bapak-bapak Kami mengerjakannya". dan Apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?. (TQS. 5 : 104)

Muharam adalah bulan awal tahun kalender Islam. Kalender Islam disebut Hijriah mengikuti perputaran bulan bukannya matahari seperti kalender Masehi. Oleh karena itu jumlah harinya pun berbeda. Hijriah memiliki 11 hari lebih pendek dari Masehi. Dalam perhitungan matahari dalam satu tahun terdapat 365 hari, sedangkan perhitungan bulan terdapat 354 hari. Tak heran pernah dalam satu tahun Masehi umat Islam merayakan dua kali Idul Fitri.

Ternyata bukan itu saja perbedaannya. Kontrasnya malam yang gelap dan siang yang terang, seperti itu jugalah perbedaannya dalam kehidupan kita belakangan ini.

Malam hari menjelang tahun baru Masehi, dapat dipastikan jalanan macet, hunian hotel meningkat, pusat hiburan ramai, dan terompet laku. Menghabiskan malam dengan tawa dan berusaha mengenyahkan duka. Semuanya tak jauh dari urusan hura-hura karena bagi mereka tahun baru berarti umur yang baru.

Lihatlah bagaimana malam hari menjelang tahun baru Hijriyah. Jalanan normal, hunian hotel juga normal, pusat hiburan sepi bahkan tak ada yang iseng menjual terompet. Bukan berarti tak ada kegiatan, namun kegiatannya berpindah ke mesjid-mesjid untuk mendengar ceramah dan Mabit.

Hilang segala hingar bingar, mereka menghabiskan malam dengan menangis memohon ampun pada Allah swt. Tangis mereka seperti kehilangan sesuatu yang berharga. Benar, sebenarnya kita telah kehilangan waktu kita di dunia secara perlahan.



Tahun Hijriah seperti namanya, ditetapkan setelah Rasulullah saw. Hijrah dari Mekah ke Madinah. Sebelumnya penamaan tahun didasarkan atas nama binatang, seperti tahun saat Rasulullah diahirkan merupakan tahun Gajah, persoalan mungkin atau tidaknya penamaan ini berlanjut sampai sekarang oleh kalender Cina, Wallahu ‘Alam.

Berdasarkan atas nama tersebut, maka sebaiknya momen tahun baru Hijriah ini kita maknai sebagai hari kita juga untuk Hijrah. Selemah-lemahnya Hijrah tentunya adalah hijrah niat. Bila tahun sebelumnya kita sering punya niat jahat terhadap orang lain maka tahun ini berubah jadi niat baik.

Alangkah baiknya jika bisa hijrah tempat. Bila kondisinya memungkinkan, dan tempat anda dikelilingi oleh kemaksiatan hijrahlah ke tempat yang lebih baik. Bisa juga dari tempat kerja yang penuh korupsi ke tempat kerja yang lebih sehat. Bahkan ada ayat yang melarang kita berdiam di suatu tempat seandainya di tempat itu kita sering didzalimi.

“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [TQS. 4 :100]

Hijrah yang baik tentunya dengan segala perhitungan yang matang. Karena perhitungan yang matang akan mendatangkan harapan. Akhirnya kemanapun, dengan apapun, disertai niat apapun, yakinkan setiap hijrah anda adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt sehingga setiap hijrah kita dihitung ibadah. Amiiin

Semoga bermanfaat

Puasa 'Asyura, Tahun Baru Hijriah dan Muhasabah

Segala puji bagi Allah pemelihara seluruh alam, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi dan Rasul mulia, Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya. Wa ba’du.

Di antara nikmat Allah Ta’ala yang diberikan atas hamba-hamba-Nya, adalah perguliran musim-musim kebaikan yang datang silih berganti, mengikuti gerak perputaran hari dan bulan. Supaya Allah Ta’ala mencukupkan ganjaran atas amal-amal mereka, serta menambahkan limpahan karunia-Nya.


Dan tidaklah musim haji yang diberkahi itu berlalu, melainkan datang sesudahnya bulan yang mulia, yaitu bulan muharam. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أفضل الصيام بعد شهر رمضان شهر الله الذي تدعونه المحرم، وأفضل الصلاة بعد الفريضة قيام الليل . رواه مسلم في صحيحه

“Puasa yang paling utama setelah puasa bulan ramadhan adalah puasa pada bulan Allah yang kalian sebut bulan muharam, dan sholat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.“ (HR.Muslim)

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menamai bulan muharam dengan bulan Allah, ini menunjukan akan kemuliaan dan keutamaannya. Sesungguhnya Allah Ta’ala mengkhususkan sebagian makhluk-Nya terhadap sebagian yang lainnya, serta mengutamakannya dari sebagian yang lainnya.

Hasan al-Bashri rahimahullahu Ta’ala berkata, “Sesungguhnya Allah Ta’ala membuka tahun dengan bulan haram dan mengakhirinya dengan bulan haram, dan tidak ada bulan dalam setahun yang lebih mulia disisi Allah melebihi bulan ramadhan, karena sangat haramnya bulan tersebut.“

Di bulan muharam ada satu hari yang pada hari itu terjadi peristiwa besar serta kemenangan yang gemilang. Saat di mana kebenaran menang atas kebatilan, yaitu ketika Allah Ta’ala menyelamatkan Nabi Musa ‘alaihis sholatu was salaam beserta kaumnya, dan menenggelamkan fir’aun beserta bala tentaranya. Ia adalah hari yang memiliki keutamaan yang agung dan kehormatan sejak dahulu. Ketahuilah, hari itu adalah hari yang kesepuluh dari bulan muharam, yang biasa disebut hari ‘Asyura.

Keutamaan Hari Asyura dan Berpuasa Pada Hari Itu

Banyak hadits-hadits shahih yang bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai keutamaan hari ‘asyura serta anjuran berpuasa pada hari tersebut, kami akan sebutkan beberapa contoh, di antaranya sebagai berikut:

في الصحيحين عن ابن عباس – رضي الله عنه – أنه سئل عن يوم عاشوراء فقال: ” ما رأيت رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يوماً يتحرى فضله على الأيام إلا هذا اليوم – يعني يوم عاشوراء – وهذا الشهر يعني رمضان “.

Dalam shahihain, dari Ibnu Abas radiyallahu ‘anhuma, bahwasanya beliau pernah ditanya tentang hari ‘Asyura, maka beliau menjawab: Aku tidak pernah melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam begitu menjaga keutamaan satu hari diatas hari-hari lainnya, melebihi hari ini (maksudnya, hari ‘asyura) dan bulan yang ini (maksudnya, bulan ramadhan).

Sebagaimana telah kami sebutkan di atas, bahwa hari ‘asyura memiliki keutamaan yang agung serta kehormatan sejak dahulu. Nabi Musa ‘alaihis sholatu was salaam berpuasa pada hari itu dikarenakan keutamaannya. Bahkan Ahlul Kitabpun melakukan puasa pada hari itu, demikian pula kaum Quraisy pada masa jahiliyah mereka berpuasa padanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala berada di Makkah, beliau berpuasa pada hari ‘asyura, namun tidak memerintahkan manusia. Ketika tiba di Madinah kemudian menyaksikan Ahlul kitab berpuasa serta memuliakan hari tersebut, dan beliau senang untuk mengikuti mereka terhadap apa-apa yang tidak diperintahkan dengannya, maka beliaupun berpuasa dan memerintahkan manusia untuk berpuasa. Setelah itu beliau pertegas perintah tersebut, serta memberi anjuran dan dorongan atasnya, hingga anak-anakpun diajak ikut berpuasa. Diriwayatkan dalam shahihain, dari Ibnu Abas radiyallahu ‘anhuma berkata,

” قدم رسول الله – صلى الله عليه وسلم – المدينة فوجد اليهود صياماً يوم عاشوراء، فقال لهم رسول الله – صلى الله عليه وسلم -:{ ما هذا اليوم الذي تصومونه } قالوا: ( هذا يوم عظيم أنجى الله فيه موسى وقومه، وأغرق فرعون وقومه، فصامه موسى شكراً لله فنحن نصومه)، فقال – صلى الله عليه وسلم -: { فنحن أحق وأولى بموسى منكم } فصامه رسول الله – صلى الله عليه وسلم – وأمر بصيامه “

Ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, Beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘asyura. Maka Beliau bertanya kepada mereka, Hari apa ini hingga kalian berpuasa? Mereka menjawab: Ini adalah hari yang mulia di mana Allah menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya, serta menenggelamkan fir’aun beserta bala tentaranya. Maka sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Allah, Nabi Musa berpuasa pada hari ini, dan kamipun ikut berpuasa. Beliau lalu bersabda, “Sungguh kami lebih berhak dan lebih utama (untuk mengikuti Musa) dari pada kalian.” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berpuasa dan memerintahkan untuk berpuasa pada hari itu.

Diriwayatkan pula dalam shahihain, dari Rubayya’ binti Mu’awwidz berkata,

” أرسل رسول الله – صلى الله عليه وسلم – غداة عاشوراء إلى قرى الأنصار التي حول المدينة: { من كان أصبح منكم صائماً فليتم صومه، ومن كان أصبح منكم مفطراً فليتم بقية يومه }. فكنا بعد ذلك نصوم ونصوّم صبياننا الصغار منهم، ونذهب إلى المسجد فنجعل لهم اللعبة من العهن، فإذا بكى أحدهم على الطعام أعطيناه إياها حتى يكون عند الإفطار “. وفي رواية: ” فإذا سألونا الطعام أعطيناهم اللعبة نلهيهم حتى يتموا صومهم “.

“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan pada pagi hari ‘asyura ke kampung-kampung kaum anshor di sekitar Madinah, dan berseru: Barang siapa yang berpuasa pada pagi ini, hendaklah menyempurnakan puasanya, dan barang siapa yang tidak berpuasa, hendaklah berpuasa pada sisa harinya. Maka kami berpuasa serta mengajak anak-anak untuk ikut berpuasa. Lalu kami beranjak menuju masjid dan membuatkan mereka mainan dari bulu, jika salah seorang dari mereka menangis minta makanan, kami berikan mainan tersebut agar mereka lalai hingga tiba waktu berbuka.” Dan dalam riwayat lain: Jika mereka minta makanan, kami berikan mainannya agar tidak memikirkan lagi untuk makan, hingga dapat menyempurnakan puasanya.

Namun tatkala puasa ramadhan telah diwajibkan, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan perintah atas para sahabatnya untuk puasa ‘asyura dan tidak lagi menegaskan perintahnya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam shahihain dari Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma berkata,

صام النبي – صلى الله عليه وسلم – عاشوراء وأمر بصيامه فلما فرض رمضان ترك ذلك – أي ترك أمرهم بذلك وبقي على الاستحباب

“Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan puasa ‘asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. Ketika puasa ramadhan diwajibkan, Rasulullah meninggalkan hal tersebut- yakni berhenti mewajibkan mereka mengerjakan dan hukumnya menjadi mustahab (sunah).”

Diriwayatkan pula dalam shahihain, dari Mu’awiyah radiyallahu ‘anhuma berkata,

سمعت رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يقول: هذا يوم عاشوراء ولم يكتب الله عليكم صيامه وأنا صائم، فمن شاء فليصم ومن شاء فليفطر

“Aku mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Hari ini adalah hari ‘asyura. Allah tidak mewajibkan atas kalian berpuasa padanya, tetapi Aku berpuasa, maka barang siapa yang ingin berpuasa, maka berpuasalah. Dan barang siapa yang ingin berbuka (tidak berpuasa) maka berbukalah. “

Hadits ini merupakan dalil akan dihapusnya kewajiban menunaikan puasa ‘asyura dan hukumnya menjadi sunah.

Di antara keutamaan bulan muharam, bahwa puasa pada hari ‘asyura dapat menghapus dosa-dosa setahun yang lalu. Imam Muslim meriwayatkan dalam shohihnya, dari Abu Qotadah,

أن رجلاً سأل النبي – صلى الله عليه وسلم – عن صيام يوم عاشوراء فقال: أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله

“Seorang laki-laki datang bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang pahala puasa hari ‘asyura. Maka Rasulullah menjawab: Aku berharap kepada Allah agar menghapus dosa-dosa setahun yang lalu.”

Saudara muslimku… saudari muslimahku:

Pada akhir hayatnya, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bertekad untuk tidak berpuasa pada hari ‘asyura saja, tetapi menambahkan dengan puasa sehari lagi, agar menyelisihi puasanya Ahli Kitab. Dalam shahih Muslim, dari Ibnu Abas radiyallahu ‘anhuma berkata:

” حين صام رسول الله – صلى الله عليه وسلم – عاشوراء وأمر بصيامه، قالوا: يا رسول الله إنه يوم تعظمه اليهود والنصارى “، فقال – صلى الله عليه وسلم -: { فإذا كان العام المقبل إن شاء الله صمنا التاسع } [أي مع العاشر مخالفةً لأهل الكتاب] قال: ( فلم يأت العام المقبل حتى توفي رسول الله – صلى الله عليه وسلم – ).

Ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa ‘asyura dan menganjurkan para sahabatnya untuk berpuasa, mereka berkata: Wahai Rasulullah sesungguhnya ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, Maka beliau bersabda: Kalau begitu tahun depan Insya Allah kita akan berpuasa (pula) pada hari kesembilan (tasu’a). (yakni, bersamaan dengan puasa ‘asyura, untuk menyelisihi Ahli kitab). Ibnu Abas berkata: belum sampai tahun berikutnya, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat.

Ibnul Qoyyim rahimahullahu Ta’ala berkata dalam kitabnya, Zaadu al-Ma’aad (II/76):

” مراتب الصوم ثلاثة: أكملها أن يصام قبله يوم وبعده يوم، ويلي ذلك أن يصام التاسع والعاشر، وعليه أكثر الأحاديث، ويلي ذلك إفراد العاشر وحده بالصوم “.

والأحوط أن يصام التاسع والعاشر والحادي عشر حتى يدرك صيام يوم عاشوراء.

Tingkatan puasa pada bulan muharam ada tiga: Tingkatan paling sempurna, yaitu berpuasa pada hari ‘asyura ditambah puasa sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya.[1] Tingkatan setelahnya, adalah berpuasa pada hari kesembilan (tasu’a) dan kesepuluh (’asyura), sebagai mana yang diterangkan dalam banyak hadits.[2] Kemudian tingkatan terakhir adalah berpuasa pada hari kesepuluh (’asyura) saja.

Namun untuk lebih berhati-hati, lebih utama berpuasa pada hari kesembilan, kesepuluh dan kesebelas, hingga bisa mendapatkan (keutamaan) puasa hari ‘asyura tersebut.


Beberapa Bid’ah dan Penyimpangan Yang Terjadi Pada Hari Ini

Ketauhuilah wahai saudaraku, sesungguhnya tidak disyariatkan bagimu melakukan suatu amal yang bukan berasal dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara penyimpangan yang dilakukan sebagian orang pada hari ‘asyura, adalah memakai celak mata, menyemir (jenggot atau rambut) dengan pohon inai, mandi, melapangkan kebutuhan keluarga dan orang-orang yang berada dalam tanggungannya, serta menyiapkan makanan khusus yang dihidangkan pada hari itu.[3] Seluruh perbuatan tersebut, pada hakekatnya hanya didasari oleh hadits-hadits maudhu’ (palsu) dan dhoif.

Adapula bid’ah lain yang banyak dilakukan orang-orang pada hari ‘asyura, diantaranya: mengkhususkan hari tersebut dengan doa tertentu, atau melakukan apa yang dikenal pada kalangan ahli bid’ah dengan nama ruqyah ‘asyura. Demikian juga perkara-perkara yang banyak dilakukan oleh firqoh rofidhoh (syiah) pada hari ‘asyura, yang sebenarnya sama sekali tidak ada asal tuntunan syariatnya. Termasuk dalam kemungkaran ini, menggelar acara peringatan Tahun Baru Hijriah, membagi-bagikan bingkisan dan bunga serta menjadikannya sebagai hari raya tahunan.

Tahun Baru dan Muhasabah

Seiring datangnya Tahun Baru Hijriah, sudah sepantasnya bagi seorang muslim untuk melakukan muhasabah dan introspeksi diri. Hal ini merupakan jalan menuju petunjuk dan keselamatan. Orang cerdik itu, adalah mereka yang selalu menimbang dirinya serta beramal untuk bekal perjalanan setelah meninggal. Dan orang yang berakal, adalah mereka yang membiasakan dirinya menapaki jalan kebaikan dan melazimkan dirinya dengan syariat.

Manusia itu tidak terlepas dari dua keadaan, jika ia seorang yang muhsin (yang banyak berbuat kebaikan), (dengan muhasabah) akan bertambah kebaikannya, adapun jika ia seorang yang banyak lalai, maka ia akan menyesal dan segera bertaubat. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan setiap diri memperkatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)…” (QS. Al-Hasyr: 18).

Ibnu katsir berkata tentang tafsir ayat ini, “Yaitu, hendaklah kalian menghitung-hitung diri kalian sebelum kalian dihisab (pada hari kiamat), dan perhatikan apa yang telah kalian persiapkan berupa amal kebaikan sebagai bekal kembali dan menghadap kepada Rabb kalian.”

Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah telah menerangkan metode dan cara yang tepat untuk muhasabah. Beliau berkata:

“Semua itu dimulai dengan muhasabah diri terhadap amalan-amalannya yang wajib, jika ia menemui kekurangan padanya, hendaklah berusaha menggantinya, baik dengan cara mengqodho atau dengan memperbaikinya. Selanjutnya muhasabah diri terhadap hal-hal yang dilarang, jika ia mendapatkan dirinya pernah terjerumus di dalamnya, hendaklah menyesalinya dengan bertaubat dan istigfar serta mengerjakan amal kebaikan sebagai penghapus dosa-dosa tersebut. Setelah itu muhasabah diri yang berkenaan dengan kelalaian yang pernah dibuat, jika selama ini ia lalai akan maksud dan tujuan penciptaannya, maka ia segera menutupinya dengan dzikir dan menghadapkan diri seutuhnya kepada Allah Ta’ala. ”

Wahai saudaraku seiman seiring terbitnya fajar tahun baru ini, segerakan taubat dan hadapkan diri sepenuhnya kepada Allah Ta’ala. Lembaran-lembaran yang ada dihadapanmu masih dalam keadaan putih bersih, tanpa goresan sedikitpun. Maka berhati-hatilah jangan sampai kalian nodai dengan maksiat dan dosa. Segeralah melakukan introspeksi diri sebelum kalian dihisab, perbanyak dzikir dan istigfar kepada Allah, dan pilihlah teman-teman shaleh yang selalu menunjukanmu jalan kebaikan. Semoga Allah menjadikan tahun ini sebagai tahun kebaikan bagi islam dan kaum muslimin. Dan semoga pula Allah memanjangkan umur kita dalam ketaatan, kebaikan dan jauh dari perbuatan maksiat, serta menjadikan kita sebagai pewaris surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai.

Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga serta para shahabatnya.


Oleh: Tim Daar al-qosim
Penerjemah: Abu Ahmad Fuad Hamzah Baraba’, Lc.

***

Catatan Tambahan dari Editor (Muhammad Abduh Tuasikal):

Yang lebih tepat dalam melakukan puasa ‘Asyura ada dua tingkatan yaitu:
Tingkatan yang lebih sempurna adalah berpuasa pada 9 dan 10 Muharram sekaligus.
Tingkatan di bawahnya adalah berpuasa pada 10 Muharram saja.[4]

Sebagian ulama berpendapat tentang dianjurkannya berpuasa pada hari ke-9, 10, dan 11 Muharram. Inilah yang dianggap sebagai tingkatan lain dalam melakukan puasa Asy Syura[5]. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْماً أَوْ بَعْدَهُ يَوْماً

“Puasalah pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram, pen) dan selisilah Yahudi. Puasalah pada hari sebelumnya atau hari sesudahnya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Khuzaimah, Ibnu ‘Adiy, Al Baihaqiy, Al Bazzar, Ath Thohawiy dan Al Hamidiy, namun sanadnya dho’if (lemah). Di dalam sanad tersebut terdapat Ibnu Abi Laila -yang nama aslinya Muhammad bin Abdur Rahman-, hafalannya dinilai jelek. Juga terdapat Daud bin ‘Ali. Dia tidak dikatakan tsiqoh kecuali oleh Ibnu Hibban. Beliau berkata, “Daud kadang yukhti’ (keliru).” Adz Dzahabiy mengatakan bahwa hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah (dalil).

Terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Abdur Rozaq, Ath Thohawiy dalam Ma’anil Atsar, dan juga Al Baihaqi, dari jalan Ibnu Juraij dari ‘Atho’ dari Ibnu Abbas. Beliau radhiyallahu ‘anhuma berkata,
خَالِفُوْا اليَهُوْدَ وَصُوْمُوْا التَّاسِعَ وَالعَاشِرَ

“Selisilah Yahudi. Puasalah pada hari kesembilan dan kesepuluh Muharram.” Sanad hadits ini adalah shohih, namun diriwayatkan secara mauquf (hanya dinilai sebagai perkataan sahabat).[6]

Catatan: Jika ragu dalam penentuan awal Muharram, maka boleh ditambahkan dengan berpuasa pada tanggal 11 Muharram. Imam Ahmad -rahimahullah- mengatakan, “Jika ragu mengenai penentuan awal Muharram, maka boleh berpuasa pada tiga hari (hari 9, 10, dan 11 Muharram, pen) untuk kehati-hatian.“[7]

BELAJAR MENCINTAI SESEORANG YANG TIDAK TIDAK SEMPURNA DENGAN CARA YANG DEMPURNA

Ketika kita bertemu orang yang tepat untuk dicintai
Ketika kita berada di tempat pada saat yang tepat… itulah kesempatan
Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuatmu tertarik, itu bukan pilihan… itu kesempatan

Bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah pilihan
Itupun adalah kesempatanBila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut
Bahkan dengan segala kekurangannya
Itu bukan kesempatan… itu adalah pilihan
Ketika kita memilih bersama dengan seseorang walaupun apapun yang terjadi
Itu adalah pilihan

Bahkan ketika kita menyadari bahwa masih banyak orang lain yang lebih menarik, lebih pandai, lebih kaya daripada pasanganmu
Dan tetap memilih untuk mencintainya
Itulah pilihan
Perasaan cinta, simpatik, tertarik, datang bagai kesempatan pada kita
Tetapi cinta sejati yang abadi adalah pilihan
Pilihan yang kita lakukan
Berbicara tentang pasangan jiwa, ada suatu kutipan dari film yang mungkin sangat tepat :
“Nasib membawa kita bersama, tetapi tetap bergantung pada kita bagaimana membuat semuanya berhasil.”
Pasangan jiwa bisa benar-benar ada
Dan bahkan sangat mungkin ada seseorang yang diciptakan hanya untukmu
Tetapi tetap berpulang padamu untuk melakukan pilihan apakah engkau ingin melakukan
sesuatu untuk mendapatkannya, atau tidak…
Kita mungkin kebetulan bertemu pasangan jiwa kita
Tetapi mencintai dan tetap bersama pasangan jiwa kita adalah pilihan yang harus kita lakukan

Kita ada di dunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai
Tetapi untuk belajar mencintai seseorang yang tidak sempurna… dengan cara yang sempurna.